JAKARTA - Diskusi mengenai keberadaan platform digital asing kembali mencuat setelah Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan posisi pemerintah terhadap berbagai layanan global yang beroperasi di Indonesia.
Melalui pendekatan komunikasi yang lebih terstruktur, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memastikan bahwa penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang sudah terdaftar tetap berada dalam ruang dialog yang jelas, sekaligus memberi kepastian bagi masyarakat maupun pemerintah daerah yang memiliki kebijakan khusus.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap sejumlah platform digital seperti Airbnb, ChatGPT, dan Cloudflare. Pemerintah menilai keberadaan platform tersebut perlu dikelola secara seimbang, agar aturan nasional tetap dihormati tanpa menghambat akses masyarakat terhadap layanan teknologi internasional.
Pendaftaran Airbnb sebagai PSE dan Implikasinya
Dalam kesempatan usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Meutya Hafid menjelaskan bahwa aplikasi Airbnb telah resmi terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik di Indonesia. Dengan status tersebut, pemerintah dapat berkomunikasi langsung dengan pengelola layanan jika muncul masukan atau isu yang membutuhkan pembahasan.
"Jadi dengan yang sudah mendaftar PSE kita pasti bisa komunikasi, termasuk nanti kalau ada masukan-masukan, tadi disampaikan, dari Bali ya misalnya, itu nanti jadi masukan," ujar Meutya. “Iya, nanti didiskusikan sama-sama,” tambahnya.
Isu mengenai Airbnb kembali menjadi sorotan setelah Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan larangan operasional platform tersebut di wilayah Bali. Menurut Koster, Airbnb tidak memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) sehingga perlu ditinjau ulang keberadaannya. Pemerintah Provinsi Bali pun tengah mengkaji usulan penyetopan operasional layanan akomodasi tersebut.
"Nanti akan dikaji, kita akan mengajukan supaya itu (akomodasi Airbnb) disetop," ujar Koster setelah menghadiri Musyawarah Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali ke-15 di Denpasar, seperti diberitakan CNNIndonesia.
Isu ini menegaskan bahwa keberadaan platform digital asing kerap bersinggungan dengan kebijakan daerah, terutama terkait kontribusi ekonomi lokal. Dengan adanya jalur komunikasi yang resmi melalui pendaftaran PSE, pemerintah pusat diharapkan dapat menjembatani berbagai kepentingan tersebut.
Respons Pemerintah terhadap ChatGPT dan Cloudflare
Selain Airbnb, Meutya Hafid juga menyoroti status ChatGPT dan Cloudflare. Kedua platform itu sebelumnya menerima teguran dari Komdigi karena belum melakukan pendaftaran sebagai PSE. Menurut Meutya, teguran tersebut merupakan bagian dari upaya memastikan semua layanan yang beroperasi di Indonesia mematuhi regulasi nasional.
"Ada beberapa PSE yang kita tegur bersurat di antaranya Cloudflare dan juga ChatGPT dan lain-lain yang kita berikan teguran karena sampai saat ketika kami berikan teguran itu belum mendaftar sama sekali kepada pemerintah," jelasnya.
Meski demikian, proses komunikasi dengan kedua pihak disebut telah berjalan. Meutya menuturkan bahwa perwakilan ChatGPT dan Cloudflare telah mendatangi kantor Komdigi untuk membahas penyelesaian administrasi dan kewajiban layanan.
"Namun demikian pembicaraannya telah terjadi, jadi artinya mereka datang ke kantor Komdigi dan kita tengah mencari solusi terbaik agar negara tetap berwibawa para penyelenggara PSE ini mendaftar kepada pemerintah, di saat yang bersamaan juga kita bisa memberikan atau mereka bisa memberikan layanan bagi masyarakat secara aman," lanjutnya.
Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin menjaga keseimbangan antara kepastian hukum dengan kebutuhan akses layanan digital yang semakin esensial bagi publik.
Tantangan Tata Kelola Platform Digital Asing
Perkembangan ekosistem digital membuat kehadiran platform internasional menjadi tak terhindarkan. Namun, tantangan muncul ketika kebijakan pusat maupun daerah memerlukan penyesuaian agar tetap relevan dengan dinamika teknologi global. Kasus Airbnb di Bali menjadi contoh bagaimana pemerintah daerah melihat perlunya regulasi untuk melindungi industri lokal dan pemasukan daerah.
Pada saat yang sama, keberadaan layanan seperti ChatGPT dan Cloudflare menunjukkan bagaimana infrastruktur teknologi modern berkontribusi pada kegiatan sehari-hari masyarakat dan sektor industri. Tanpa proses pendaftaran dan regulasi yang jelas, potensi risiko seperti keamanan data dan ketidakpastian hukum dapat meningkat.
Dengan memastikan seluruh PSE yang beroperasi berada dalam pengawasan regulatif, Komdigi berharap dapat membangun sistem yang lebih transparan. Pendekatan ini juga memberi ruang bagi perusahaan teknologi global untuk beroperasi dengan standar yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia.