JAKARTA - Industri kecantikan terus bergerak sebagai ruang kreatif yang terbuka bagi banyak kalangan, tetapi inklusivitas masih menjadi pekerjaan rumah besar yang patut diperjuangkan. Momentum kelulusan 15 makeup artist (MUA) tuli dalam program MUA Tuli Bakti BCA menjadi contoh nyata bahwa kreativitas tidak pernah dibatasi oleh kondisi fisik, sensorik, maupun hambatan komunikasi.
Yang dibutuhkan hanyalah kesempatan untuk berkembang dan ruang yang mengakui kemampuan mereka. Kesempatan inilah yang kini mulai terbuka lebih luas, menandai langkah penting menuju ekosistem kecantikan yang lebih setara dan humanis.
Creative Director IKAT Indonesia, Didiet Maulana, menegaskan bahwa membuka ruang bagi talenta disabilitas bukan sekadar tindakan sosial, melainkan investasi bagi keberagaman industri kreatif. Menurutnya, karya terbaik sering kali lahir dari ruang yang menerima berbagai perspektif.
“Sudah saatnya kita membuka peluang yang lebih inklusif bagi teman-teman disabilitas, karena karya terbaik lahir dari keberagaman. Kami berharap semakin banyak talenta disabilitas yang berani melangkah untuk berkarya dan menunjukkan kualitas mereka,” ujarnya saat menghadiri MUA Tuli Bakti BCA 2025 Graduation Day di Jakarta.
Perjalanan Pelatihan untuk Mengasah Keahlian Para MUA Tuli
Program pelatihan bagi 15 peserta tuli ini diselenggarakan oleh BCA melalui payung Bakti BCA sebagai komitmen perusahaan dalam menghadirkan ruang pembinaan yang inklusif. Sebelum akhirnya dinyatakan lulus, para peserta mengikuti rangkaian pelatihan intensif dalam berbagai aspek keterampilan merias profesional.
Materi yang diberikan mencakup tata rias, tata rambut, hingga nail art—semua dirancang untuk membekali mereka dengan keterampilan teknis yang dibutuhkan dalam industri kecantikan yang kompetitif.
Setelah menyelesaikan pelatihan, seluruh peserta menerima sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Selain itu, mereka juga memperoleh sertifikat dari para ahli yang turut hadir sebagai mentor, seperti hair stylist Anda Arussa, MUA Dean Sadudin, dan sejumlah profesional lainnya. Pelatihan tidak berhenti pada kemampuan teknis saja.
Para peserta juga mendapatkan pembekalan mengenai manajemen keuangan oleh staf BCA serta pelatihan pengelolaan media sosial dari makeup influencer Isabelle Farradiva. Bekal ini penting agar mereka mampu menjalankan bisnis sebagai MUA profesional secara mandiri dan berkelanjutan.
Program ini dijalankan oleh BCA bekerja sama dengan Yayasan Perempuan Tangguh Indonesia (PTI), yang selama ini fokus mendukung pemberdayaan perempuan, termasuk penyandang disabilitas.
Dukungan Perusahaan untuk Meningkatkan Akses dan Kesempatan
Direktur BCA, Lianawaty Suwono, menekankan bahwa keberhasilan para MUA tuli ini menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki oleh kelompok disabilitas ketika diberikan kesempatan yang setara. “Kami turut bangga atas pencapaian 15 Teman Tuli yang berhasil melewati sesi pelatihan dan pembinaan ini.
Program MUA Tuli Bakti BCA sejak awal dirancang untuk membuka ruang inklusif bagi Sahabat Disabilitas agar mampu membuka potensi diri mereka semaksimal mungkin untuk menjadi MUA profesional,” ujarnya.
Sejak program ini berjalan, para MUA Tuli Bakti BCA telah memperoleh berbagai kesempatan tampil di ajang-ajang besar. Mereka terlibat dalam kegiatan BCA maupun mitra, termasuk merias di ajang Puteri Indonesia 2025, Gebyar BCA Merah Putih, hingga Indonesia Knowledge Forum. Kehadiran mereka dalam berbagai kegiatan ini membuktikan bahwa kualitas kerja mereka tidak kalah dengan MUA profesional pada umumnya.
Lianawaty menambahkan bahwa program ini merupakan contoh bagaimana akses yang setara dapat menghasilkan dampak nyata bagi keberagaman profesional di dunia kecantikan. Pembinaan yang dilakukan secara konsisten memberi para peserta landasan kuat untuk mengembangkan karier mereka.
Tantangan Ketenagakerjaan bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia
Kelulusan para MUA tuli ini terjadi di tengah kenyataan bahwa kesenjangan tenaga kerja antara penyandang disabilitas dan nondisabilitas di Indonesia masih sangat besar. Data menunjukkan bahwa perbandingan jumlah disabilitas yang bekerja dengan nondisabilitas mencapai 1 banding 1.000.
Kesenjangan ini terjadi di berbagai sektor, baik formal maupun informal, dan menjadi salah satu penyebab banyak penyandang disabilitas di usia produktif tetap hidup dalam keterbatasan akses ekonomi.
Situasi ini mempertegas pentingnya inisiatif seperti MUA Tuli Bakti BCA, yang tidak hanya memberikan pelatihan teknis tetapi juga menyediakan akses nyata menuju dunia kerja profesional.
Program seperti ini juga menjadi inspirasi bagi banyak pihak untuk lebih membuka peluang bagi tenaga kerja disabilitas. Melalui pemberdayaan dan pelatihan terstruktur, kelompok disabilitas tidak hanya mengembangkan kepercayaan diri, tetapi juga memiliki kesempatan lebih besar untuk menunjukkan kemampuan mereka kepada publik luas.
Momentum ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan, lembaga, dan komunitas industri untuk berkomitmen mendukung inklusi secara berkelanjutan. Ketika dunia kerja benar-benar terbuka bagi seluruh talenta, industri apa pun termasuk dunia kecantikan akan berkembang menjadi lebih kaya, lebih manusiawi, dan lebih representatif bagi semua kalangan.